Begini ia menulis identifikasi sosok Lupus:
"Kenal Lupus ? Anak kelas satu SMA Merah Putih yang doyan mengenakan baju lengan panjang itu ? Dia lumayan ngetop, lho! Serius. Kalau kebetulan kamu mampir ke rumahnya dan menyebut namanya, pasti orang seisi rumah pada tau semua. Itu kan membuktikan bahwa dia cukup ngetop, Setidaknya, ya...diantara orang seisi rumahnya."
"Model anaknya seperti kebanyakan remaja sekarang, kurus dan rada tinggi. Tampangnya lumayanlah, daripada kejepit pintu. Yang menarik sih model rambut depan yang panjang hampir menutupi matanya. Sementara bagian samping dipotong rapi ke arah belakang. Sedang bagian belakang, panjang hampir menutupi kerah. 'Biar kayak John Taylor,' katanya ge-er."
"'Eh, kamu dari belakang malah kayak Mick Jagger deh' begitu teman-temannya sering memujinya, 'tapi kalo dari samping, kok kayak mikrolet...?'"
Di bagian lain, Hilman menceritakan hobi Lupus mengunyah permen karet dan meski masih murid SMA, ia kadang menulis artikel dan cerpen buat majalah remaja.
Karakterisasi inilah yang kemudian dijadikan kesimpulan bahwa sosok Lupus ini adalah alter-ego dari Hilman, sang penulisnya. Cerita-cerita ringan tentang masa remaja (anak SMA jadul) tentang seorang anak SMA yang hidupnya tidak berat-berat amat, juga tidak cemerlang-cemerlang amat, ternyata bisa jadi cerita yang memikat para remaja jadul....termasuk saya. Tokoh Lupus ini mewakili karakter remaja yang going easy, bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan dan cenderung nyantai.
Hilman Hariwijaya, atau lebih suka menulis namanya dengan 'Hilman', merupakan salah satu dari generasi ledakan penulis remaja, pada masa itu. Saat itu, tahun 80 - 90'an, majalah-majalah remaja seperti Gadis, Aneka Yess!, Anita Cemerlang, Mode, Kawanku dan Hai menjadi buku saku dan panduan trendsetter kala itu. Jaman telpon lokal masih pakai telpon koin box warna biru dan kirim uang keluar kota masih pakai wesselpos.
Generasi itu melahirkan Gola Gong, Adra P. Daniel, Boim Lebon (yang temannya Hilman dan 'Lupus'), Gusur Adhikarya (yang temannya Hilman dan 'Lupus'), Bubin Lantang, Zara Zettira ZR dan banyak lagi penulis-penulis remaja yang muncul kala itu. Majalah-majalah remaja merupakan medan audisi pencarian bakat penulis, yang jika cerpen dan cerbungnya sukses di majalah remaja, cerita-cerita karyanya bisa naik kelas menembus industri buku arus utama.
Tokoh Lupus ini berbeda dengan tokoh Boy (kalo sekarang ini si Boy mungkin termasuk kategori 'Sultan' Crazy Rich atau apalah) yang borju atau tokoh si Roy yang rebel. Tokoh Lupus (bukunya juga) berhasil menarik minat remaja kebanyakan yang merasa terwakili, karena merasa termasuk yang nyantai, gak (berani) rebel, (sedikit) kere dan cenderung biasa-biasa saja. Seperti saya misalnya. Dulu pas baca Lupus ya langsung terbayang saya seolah-olah jadi seperti Lupus. Saat baca Balada si Roy, saya lalu ingin seperti si Roy yang berani advonturir keliling Indonesia. Benang merah antara Lupus dan Roy ini sebenarnya adalah tokoh-tokoh ini menulis, entah ceritanya dia menjadi penulis lepas di majalah remaja (Lupus), atau dia menuliskan perjalanan petualangannya di buku hariannya (Roy). Dari saat itu saya lalu bertekad untuk belajar menulis dan jadi penulis....walopun karya dan tulisan saya tidak pernah bisa tembus dan selalu ditolak penerbit-penerbit besar seperti Bentang Pustaka dan Gramedia...ha..ha..ha.
Sejumlah tulisan Hilman yang sudah diterbitkan (siapa tau sampeyan ingin berburu kenang-kenangan karya Hilman) antara lain :
- Tangkaplah Daku Kau Kujitak (November 1986)
- Cinta Olimpiade (Februari 1987)
- Makhluk Manis dalam Bis (Juni 1987)
- Tragedi Sinemata (Oktober 1987)
- Topi-topi Centil (Maret 1988)
- Bangun Dong, Lupus (Agustus 1988)
- Sandal Jepit (Juni 1989)
- iiih, syereem! (Juli 1990)
- Idiiih, Udah Gede (Desember 1990)
- Drakuli Kuper (Ih, Syereem Part 2) (Maret 1992)
- Lupus ‘n Work (Maret 1994)
- Interview With The Nyamuk (Mei 1995)
- Yang Paling Oke (September 1995)
- Cowok Matre (Juni 1996)
- Mission: Muke Tebel (Maret 1997)
- Gone With The Gossip (Oktober 1997)
- The Lost Boy: Salah Culik (1998)
- Kutukan Bintik Merah (1998)
- Krismon (1998)
- Sereeem (1999)
- Boys Don’t Cry (1999)
- Bunga Untuk Poppy (2000)
- Candlelight Dinner (2000)
- Lupus Milenia 1 – Boneka di Taman Sekolah (2001)
- Lupus Milenia 2 – BeTe (2002)
- Lupus Milenia 3 – PDKT (2002)
- Cinta Seorang Seleb (2005)
- Lupus Return: Cewek Junkies (2007)
- Lupus ABGÂ (Maret 1995)
- Jadi Lupa Sama Yang Lain (Juli 1995)
- Cinta Lupus (September 1995)
- Ringan Sama Dijinjing, Berat Sama Difficult (Maret 1996)
- Bohong Itu Nyontek (September 1997)
- Simalakama (1998)
- Sur… Sur… Surprise (1999)
- Telepon Umun dan Kecoak Nungging (1999)
- Cemburu Berdarah Dingin (2000)
- Berantem Gaya Baru (2002) ** (created by otoy)
- My Grandma Dream’s (2005)
- Lupus Kecil (Februari 1989)
- Sunatan Massal (Juni 1990)
- JJS: Jalan-jalan Seram (Juli 1991))
- Rumpi Kala Hujan (Juni 1992)
- Sakit, Lah, Dekh, Dong, Weew (Februari 1993)
- Duit Lebaran (Maret 1994)
- Bolos (Desember 1994)
- Terserah Si Ehem (1998)
- Guruku Manis Sekali (1998)
- Kucing Asuh Bernama Mulan (1999)
- Repot… Repot… Repot…! (2000)
- Iiih, Rakuuut! (2001)
- Diam Belum Tentu Emas (2003)
Tokoh Fiksi Selain Lupus
Novel Olga dan Sepatu Roda |
Tokoh Olga dan Sepatu Roda ini mendapat sambutan hangat dari pembaca remaja di semua gender di masanya. Hingga kemudian untuk memenuhi permintaan dan kepuasan penggemar serial Olga, kumpulan cerpen itu diterbitkan dalam bentuk novel dan juga diangkat ke layar lebar, dan juga sinetron. Desy Ratnasari, Sarah Sechan, Melly Manuhutu dan Sissy Priscillia yang didapuk berperan sebagai tokoh Olga.
Menulis Bersama Penulis lain
Kombinasi gagasan yang saling melengkapi dalam menuliskan cerita diantara mereka bertiga, memunculkan ide-ide jenaka dan kreatifitas pengembangan imajinasi dalam cerita-ceritanya. Sejumlah cerpen yang diterbitkan menjadi buku antara lain :
Sohib Gaib – November 1992
SMA Elite – September 1993
Mimpi Full Colour – 1998
Sang Lupus Tutup Usia
Menurut saya, Lupus dan karya-karya Hilman, menjadi seperti benih yang ditanam dalam imajinasi banyak remaja 90'an. Sayangnya memang tidak akan ada yang abadi. Semua akan tumbuh dan menua bersama cara kita membaca. Dimana literasi dan budaya membaca menjadi semakin usang digempur digitalisasi tontonan sehingga para remaja jaman sekarang seperti kehilangan sosok yang bisa dijadikan ikon dalam hidupnya. Meskipun itu cuma sosok fiksi seperti Lupus dan Roy.
Terima kasih bung Hilman 'Lupus'....berkat sampeyan saya jadi punya kenangan bagaimana tulisan-tulisan sampeyan menemani masa-masa gabut saya saat mojok di sela-sela rak Gramedia dan mencari buku-buku yang tidak ada segelnya.
Selamat jalan dan titip salam buat bung Gusur Adhikarya dan paman Arswendo Atmowiloto disana.Â
0 Comments